Sunday, June 24, 2012

“ETHNOMATEMATIKA dan MATEMATIKA SEKOLAH”


Nama   : Riana Sinta Dewi
NIM    : 09313244022
“ETHNOMATEMATIKA dan MATEMATIKA SEKOLAH”
            Kita belajar matematika tidak hanya dari sekolah saja, tetapi juga dari lingkungan yang dipengaruhi budaya. Ethnomatematika pertama kali diperkenalkan oleh D’Ambrosio (1984) dalam artikelnya berjudul Ethnomathematics yang disampaikan pada pembukaan konferensi internasional pendidikan matematika di Adelaide Australia, dan dalam jurnal (D’Ambrosio, 1985) berjudul Ethnomathematics and iits place in the history and pedagogy of mathematics. Ethnomathematics diperkenalkan untuk menyebut bentuk matematika yang berbeda dengan matematika sekolah sebagai akibat pengaruh kegiatan yang ada di lingkungan yang dipengaruhi oleh budaya. Tokoh Ethnomatematika yang lainnya adalah Terenzinha Nunes terkenal dengan Street Math atau matematika jalanan.
     Kedua tokoh ini memperkenalkan bahwa ada bentuk lain dari matematika yang sangat berbeda dengan matematika di sekolah yang dikenal dengan istilah “ethnomathematics”. Ethnomatematika dianggap sebagai bentuk matematika yang diakibatkan kegiatan di lingkungan yang dikelilingi pengaruh budaya. Tujuan dari penggunaan matematika di lingkungan yang dipengaruhi budaya berbeda dengan matematika di kelas yang penekananya pada belajar untuk mengetahui sesuatu (learning to know about), belajar melakukan (learning to do), belajar menjiwai (learning to be), belajar bagaimana seharusnya belajar (learning to learn), dan belajar bersosialisasi sesama teman (learning to live together).
            Penggunaan matematika di luar sekolah jelas berkaitan dengan lingkungan, misalnya membangun rumah, menukar uang di Bank, menimbang hasil produksi, menjual dan membeli barang, dan sebagainya. Penerapan matematika seperti ini sering sangat berbeda dengan matematika yang dipelajari di sekolah. Dalam kehidupan sehari-hari di rumah, di dapur ibu-ibu sering mengukur isi dengan sendok atau cangkir, sedangkan di sekolah mengukur isi secara khusus dengan liter atau meter kubik. Di samping itu matematika dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai berbeda antara daerah satu dengan lainnya misalnya dalam sistem numerasi atau alat-alat hitung yang digunakan. Dan hal itu dikarenakan adanya perbedaan ethnik atau cuture antara daerah satu dengan daerah lainnya.
            Matematika sekolah sendiri berbeda dengan matematika “ilmu” karena matematika sekolah membelajarkan anak tentang matematika sehingga diperlukannya pembeda antara keduanya. Ebutt dan Striker (Marsigit, 2003) mendefinisikan matematika sekolah, sebagai berikut:
1.      Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan
            Sehingga implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) memberi kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan denga berbagai cara, (3) mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dsb, (4) mendorong siswa menarik kesimpulan umum, (5) membantu siswa memahami dan menemukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya.
2.      Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan
            Sehingga implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) mendorong inisiatif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda, (2) mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan, (3) menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal bermanfaat daripada menganggapnya sebagai kesalahan, (4) mendorong siswa menemukan struktur dan desain matematika, (5) mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya, (6) mendorong siswa berfikir refleksif, dan (7) tidak menyarankan hanya menggunakan satu metode saja.
3.      Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving)
            Sehingga implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan matematika, (2) membantu siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri, (3) membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan matematika, (4) mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan mengembangkan sistem dokumentasi/catatan, (5) mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk memecahkan persoalan, (6) membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika seperti : jangka, kalkulator, dsb.
4.      Matematika sebagai alat berkomunikasi
            Sehingga implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) mendorong siswa mengenal sifat matematika, (2) mendorong siswa membuat contoh sifat matematika, (3) mendorong siswa menjelaskan sifat matematika, (4) mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika, (5) mendorong siswa membicarakan persoalan matematika, (6) mendorong siswa membaca dan menulis matematika, (7) menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika.
           
            Ebutt dan Striker juga mendefinisikan karakter subjek didik agar dapat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal (Marsigit, 2003), yaitu :
1.      Murid akan mempelajari matematika jika mereka mempunyai motivasi
            Sehingga implikasi pandangan ini bagi usaha guru adalah : (1) menyediakan kegiatan yang menyenangkan, (2) memperhatikan keinginan siswa, (3) membangun pengertian melalui apa yang ketahui oleh siswa, (4) menciptakan suasana kelas yang mendukung kegiatan belajar, (5) memberikan kegiatan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, (6) memberikan kegiatan yang menantang, (7) memberikan kegiatan yang memberikan harapan keberhasilan, (8) menghargai setiap pencapaian siswa.
2.      Murid mempelajari matematika dengan caranya sendiri
            Sehingga implikasi pandangan ini adalah: (1) siswa belajar dengan cara yang berbeda dan dengan kecepatan yang berbeda, (2) tiap siswa memerlukan pengalaman tersendiri yang terhubung dengan pengalamannya di waktu lampau, (3) tiap siswa mempunyai latar belakang sosial-ekonomi-budaya yang berbeda. Oleh karena itu guru perlu: (1) mengetahui kelebihan dan kekurangan para siswanya, (2) merencanakan kegiatan yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, (3) membangun pengetahuan dan ketrampilan siswa baik yang dia peroleh di sekolah maupun di rumah, (4) menggunakan catatan kemajuan siswa (assessment).
3.      Murid mempelajari matematika baik secara mandiri maupun melalui kerja sama dengan temannya
            Sehingga implikasi pandangan ini bagi usaha guru adalah: (1) memberikan kesempatan belajar dalam kelompok untuk melatih kerjasama, (2) memberikan kesempatan belajar secara klasikal untuk memberi kesempatan saling bertukar gagasan, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatannya secara mandiri, (4) melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan tentang kegiatan yang akan dilakukannya, dan (5) mengajarkan bagaimana cara mempelajari matematika.


4.      Murid memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam mempelajari matematika
            Sehingga implikasi pandangan ini bagi usaha guru adalah: (1) menyediakan dan menggunakan berbagai alat peraga, (2) memberi kesempatan belajar matematika di berbagai tempat dan keadaan, (3) memberikan kesempatan menggunakan matematika untuk berbagai keperluan, (4) mengembangkan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan problematika baik di sekolah maupun di rumah, (5) menghargai sumbangan tradisi, budaya dan seni dalam pengembangan matematika, dan (6) membantu siswa menilai sendiri kegiatan matematikanya.

            Dengan melihat karakteristik siswa belajar matematika kita dapat menghubungkan matematika sekolah dengan ethnomatematika. Karena ternyata dengan menghubungkan matematika dan kehidupan sehari – hari siswa (sebagai konteks) maka siswa akan lebih mudah menerima pembelajaran dan lebih termotivasi. Siswa juga dapat mempelajari matematika dengan caranya sendiri sehingga matematika akan berbekas dengan sendirinya karena matematika ada di lingkungan sekitarnya.
Referensi:
Douglass A. Groows, A.D, (1992).  Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning .New York tahun: Macmillan
Marsigit. 2003. Pembelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi Di Smk. Disampaikan Pada Penataran Kurikulum Matematika Berbasis Kompetensi Untuk SMK
di BPG Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment