Nama : Riana Sinta Dewi
NIM : 09313244022
“ Pengembangan Design Instruksional
yang Inovatif ”
Jika kita berbicara tentang hakikat
design berarti kita berbicara tentang dimensi karena segala sesuatu itu
berdimensi. Hanya sejauh mana design itu berdimensi itulah yang menjadi
persoalan sekarang. Lalu apakah Tuhan itu berdimensi? Apakah dalam menciptakan
sesuatu, Tuhan membuat designnya terlebih dahulu? Iya, Tuhan membuat sesuatu
dengan membuat designnya terlebih dahulu seperti Tuhan menciptakan bumi, tuhan
membuat designnya terlebih dahulu hingga design itu cocok sehingga bumi aman
untuk ditempati manusia. Lalu apakah kita membuat design sebelum membuat rumah?
Iya. Apakah kita membuat design sebelum memasak? Tidak. Apakah kita membuat
design dalam memmbuat makalah? Tidak karena kita membuat makalah secara
intuitif. Berarti secara orang awam, kita dapat menyimpulkan bahwa design itu
rancangan, model.
Jika kita berbicara tentang design
pembelajaran, maka pertanyaannya adalah apakah sembarang design pembelajaran
dapat digunakan pada semua pelajaran? Apakah design pembelajaran matematika
sama dengan design pembelajaran fisika? Tidak. Maka dapat disimpulkan bahwa
design pembelajaran adalah kerangka melaksanakan pembelajaran berdasarkan
kurikulum yang ada. Oleh karena itu, design pembelajaran itu bukan sesuatu yang
murni tetapi memiliki prasyarat seperti kurikulum, sistem pendidikan, teori –
teori kependidikan, idelogi, filsafat
pendidikan.
Apakah design pembelajaran itu
dibutuhkan? Karena dalam keadaan normal guru-guru tidak membuat design. Lalu
siapakah yang membuat design pembelajaran matematika di negeri ini? Pengembang
kurikulum. Pendidikan yang inovatif memposisikan guru sebagai pengembang tetapi
sayangnya guru – guru yang ada sekarang belum berlaku sebagai pengembang karena
guru – guru masih memposisikan kegiatan pembelajaran sebagai rutinitas. Oleh
karena itu design tidak dibutuhkan oleh guru kita tetapi diperlukan oleh
pengembang. Lalu kenapa guru kita tidak membutuhkan design? Hal itu dikarenakan
pembelajaran di Indonesia masih tertuju pada Ujian nasional sehingga sistem
pembelajaran kita lebih berorientasi pada Ujian Nasional. Sebenarnya dengan
diselenggarakannya UN banyak sekali persoalan yang ditimbulkan diantaranya
persoalan pedagogik. Contoh persoalan pedagogik adalah proses pembelajaran
lebih ditekankan pada pengerjaan soal. Oleh karena itu terjadinya kontradiksi
disini karena dengan hanya mengerjakan soal maka sisi konstruktivis atau
membangun matematika hilang.
Menurut Pak Marsigit, design
pembelajaran di Indonesia tidak berguna karena tidak membuat design
pembelajaran juga seorang guru bisa mengajar. Hal ini disebabkan pembelajaran
di Indonesia sangat sederhana karena hanya mengerjakan soal yang hanya
membutuhkan buku pelajaran saja guru bisa mengajar atau bisa dikatakan
pembelajaran di Indonesia masih bersifat tradisioanal/sederhana. Sehingga
design pembelajaran di Indonesia masih bersifat cita - cita saja karena belum
dilaksanakan secara praktiknya.
Demikian juga halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh guru, guru di Indonesia membuat penelitian
dikarenakan oleh kebijakan dari pemerintah, perintah dari kepala sekolah, untuk
kenaikan pangkat, dll. Jarang sekali guru yang melakukan penelitian dikarenakan
untuk pembelajaran yang lebih baik. Hal ini sama halnya dengan membuat design.
Karena tanpa melakukan penelitian, guru dapat melaksanakan pembelajaran karena
pembelajaran yang terfokus pada UN.
Adapun faktor-faktor / unsur - unsur
dalam design pembelajaran adalah kurikulum yang dijabarkan dalam bentuk standar
isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar, metode pembelajaran, alat bantu
pembelajaran, assessment, evaluasi, komponen proses. Jika kita berbicara design
sebagai suatu sistem maka harus ada input, proses, dan output. Tetapi yang
terpenting disini adalah bagaimana design pembelajaran menjamin siswa untuk
dapat mengkonstruksi pemikirannya sendiri atau pembelajaran yang inovatif.
Tetapi sayangnya ada kesenjangan antara design pembelajaran dan pelaksanaannya
terutama apabila ada anggapan bahwa design tidak dibutuhkan.
Untuk menguji design atau
mengembangkan design dapat dilakukan dengan mempelajari design – design yang
sudah. Dan dengan menggunakan logika dan pengalaman kita, kita menguji apakah
design – design itu sudah mencerminkan teori kependidikan yang inovatif dan
menjamin adanya proses pembelajaran yang inovatif.
Peran teknologi dalam design adalah
membuat sketsa, mengidentifikasi komponen – komponen, meletakkan hubungan
antara komponen satu dan komponen lainnya sehingga bersifat logis, realistis,
dan fleksibel dalam melaksanakannya. Bukannya teknologi dalam membuat design tetapi
teknologi sebagai salah satu komponen design dimana guru dapat membuat design
untuk memajukan teknologi untuk pembelajaran.
Oleh Marsigit
Keinginan siswa:
-
Pelajaran
matematika yang menyenangkan ,memberi semangat, dan bermanfaat.
-
Pelajaran
matematika yang mudah dipelajari.
-
Guru menghargai
pengetahuan-pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa.
-
Pelajaran
matematika yang mempunyai keindahan, sesuai dengan norma dan nilai agama.
-
Siswa diberi kesempatan untuk berdoa sebelum
pelajaran matematika dimulai.
-
Menggunakan
persoalan sehari-hari dalam belajar matematika.
-
Siswa
menyenangi matematika dari dirinya sendiri bukan hasil dari paksaan guru. Dll
Kita dapat menyimpulkan bahwa siswa menginginkan pembelajaran yang inovatif yaitu pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang mereka dapat. Bukan pembelajaran yang tradisional seperti ekspositori yang mengungkung mereka.
Menurut Pak Marsigit
berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan guru agar guru mampu melayani
kebutuhan siswa.
Paradigma- paradigma yang dibutuhkan agar guru
mampu melayani siswa-siswa dalam mempelajari matematika?
-dari transer of knowledge menjadi to facilitate
-dari directed-teaching menjadi less directed-teaching
-dari menekankan kepada teaching menjadi menekankan kepada learning
-dari metode tunggal menjadi metode jamak
-dari metode yang monoton menjadi metode yang dinamis dan fleksibel
-dari textbook oriented menjadi problem-based oriented
-dari UNAS oriented menjadi process-product oriented
-dari cepat dan tergesa-gesa menjadi sabar dan menunggu
-dari mewajibkan menjadi menyadarkan
-dari tanya jawab menjadi komunikasi dan interaksi
-dari otoriter menjadi demokrasi
-dari penyelesaian tunggal menjadi open-ended
-dari ceramah menjadi diskusi
-dari klasikal menjadi klasikal, kelompok besar, kelompok kecil dan individual
-dari guru sebagai aktor menjadi siswa sebagai aktor
-dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa
-dari mencetak menjadi menembangkan
-dari guru menanamkan konsep menjadi siswa membangun atau menemukan konsep
-dari motivasi eksternal menjadi motivasi internal
-dari siswa mendengarkan menjadi siswa berbicara
-dari siswa duduk dan menunggu menjadi siswa beraktivitas
-dari siswa pasif menjadi siswa aktif
-dari kapur dan papan tulis saja menjadi media dan alat peraga
-dari abstrak menjadi kongkrit
-dari inisiatif guru menjadi inisiatif siswa
-dari contoh oleh guru menjadi contoh oleh siswa
-dari penjelasan oleh guru menjadi penjelasan oleh siswa
-dari kesimpulan oleh guru menjadi kesimpulan oleh siswa
-dari konvensional menuju teknologi
-dari siswa diberitahu menjadi siswa mencari tahu
-dari hasil yang tunggal menjadi hasil yang plural
-dari transer of knowledge menjadi to facilitate
-dari directed-teaching menjadi less directed-teaching
-dari menekankan kepada teaching menjadi menekankan kepada learning
-dari metode tunggal menjadi metode jamak
-dari metode yang monoton menjadi metode yang dinamis dan fleksibel
-dari textbook oriented menjadi problem-based oriented
-dari UNAS oriented menjadi process-product oriented
-dari cepat dan tergesa-gesa menjadi sabar dan menunggu
-dari mewajibkan menjadi menyadarkan
-dari tanya jawab menjadi komunikasi dan interaksi
-dari otoriter menjadi demokrasi
-dari penyelesaian tunggal menjadi open-ended
-dari ceramah menjadi diskusi
-dari klasikal menjadi klasikal, kelompok besar, kelompok kecil dan individual
-dari guru sebagai aktor menjadi siswa sebagai aktor
-dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa
-dari mencetak menjadi menembangkan
-dari guru menanamkan konsep menjadi siswa membangun atau menemukan konsep
-dari motivasi eksternal menjadi motivasi internal
-dari siswa mendengarkan menjadi siswa berbicara
-dari siswa duduk dan menunggu menjadi siswa beraktivitas
-dari siswa pasif menjadi siswa aktif
-dari kapur dan papan tulis saja menjadi media dan alat peraga
-dari abstrak menjadi kongkrit
-dari inisiatif guru menjadi inisiatif siswa
-dari contoh oleh guru menjadi contoh oleh siswa
-dari penjelasan oleh guru menjadi penjelasan oleh siswa
-dari kesimpulan oleh guru menjadi kesimpulan oleh siswa
-dari konvensional menuju teknologi
-dari siswa diberitahu menjadi siswa mencari tahu
-dari hasil yang tunggal menjadi hasil yang plural
No comments:
Post a Comment