Sunday, June 24, 2012


Nama   : Riana Sinta Dewi
NIM    : 09313244022

“ Pengembangan Design Instruksional yang Inovatif ”

            Jika kita berbicara tentang hakikat design berarti kita berbicara tentang dimensi karena segala sesuatu itu berdimensi. Hanya sejauh mana design itu berdimensi itulah yang menjadi persoalan sekarang. Lalu apakah Tuhan itu berdimensi? Apakah dalam menciptakan sesuatu, Tuhan membuat designnya terlebih dahulu? Iya, Tuhan membuat sesuatu dengan membuat designnya terlebih dahulu seperti Tuhan menciptakan bumi, tuhan membuat designnya terlebih dahulu hingga design itu cocok sehingga bumi aman untuk ditempati manusia. Lalu apakah kita membuat design sebelum membuat rumah? Iya. Apakah kita membuat design sebelum memasak? Tidak. Apakah kita membuat design dalam memmbuat makalah? Tidak karena kita membuat makalah secara intuitif. Berarti secara orang awam, kita dapat menyimpulkan bahwa design itu rancangan, model.
            Jika kita berbicara tentang design pembelajaran, maka pertanyaannya adalah apakah sembarang design pembelajaran dapat digunakan pada semua pelajaran? Apakah design pembelajaran matematika sama dengan design pembelajaran fisika? Tidak. Maka dapat disimpulkan bahwa design pembelajaran adalah kerangka melaksanakan pembelajaran berdasarkan kurikulum yang ada. Oleh karena itu, design pembelajaran itu bukan sesuatu yang murni tetapi memiliki prasyarat seperti kurikulum, sistem pendidikan, teori – teori kependidikan, idelogi,  filsafat pendidikan.
            Apakah design pembelajaran itu dibutuhkan? Karena dalam keadaan normal guru-guru tidak membuat design. Lalu siapakah yang membuat design pembelajaran matematika di negeri ini? Pengembang kurikulum. Pendidikan yang inovatif memposisikan guru sebagai pengembang tetapi sayangnya guru – guru yang ada sekarang belum berlaku sebagai pengembang   karena guru – guru masih memposisikan kegiatan pembelajaran sebagai rutinitas. Oleh karena itu design tidak dibutuhkan oleh guru kita tetapi diperlukan oleh pengembang. Lalu kenapa guru kita tidak membutuhkan design? Hal itu dikarenakan pembelajaran di Indonesia masih tertuju pada Ujian nasional sehingga sistem pembelajaran kita lebih berorientasi pada Ujian Nasional. Sebenarnya dengan diselenggarakannya UN banyak sekali persoalan yang ditimbulkan diantaranya persoalan pedagogik. Contoh persoalan pedagogik adalah proses pembelajaran lebih ditekankan pada pengerjaan soal. Oleh karena itu terjadinya kontradiksi disini karena dengan hanya mengerjakan soal maka sisi konstruktivis atau membangun matematika hilang. 
            Menurut Pak Marsigit, design pembelajaran di Indonesia tidak berguna karena tidak membuat design pembelajaran juga seorang guru bisa mengajar. Hal ini disebabkan pembelajaran di Indonesia sangat sederhana karena hanya mengerjakan soal yang hanya membutuhkan buku pelajaran saja guru bisa mengajar atau bisa dikatakan pembelajaran di Indonesia masih bersifat tradisioanal/sederhana. Sehingga design pembelajaran di Indonesia masih bersifat cita - cita saja karena belum dilaksanakan secara praktiknya.
            Demikian juga halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh guru, guru di Indonesia membuat penelitian dikarenakan oleh kebijakan dari pemerintah, perintah dari kepala sekolah, untuk kenaikan pangkat, dll. Jarang sekali guru yang melakukan penelitian dikarenakan untuk pembelajaran yang lebih baik. Hal ini sama halnya dengan membuat design. Karena tanpa melakukan penelitian, guru dapat melaksanakan pembelajaran karena pembelajaran yang terfokus pada UN.
            Adapun faktor-faktor / unsur - unsur dalam design pembelajaran adalah kurikulum yang dijabarkan dalam bentuk standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar, metode pembelajaran, alat bantu pembelajaran, assessment, evaluasi, komponen proses. Jika kita berbicara design sebagai suatu sistem maka harus ada input, proses, dan output. Tetapi yang terpenting disini adalah bagaimana design pembelajaran menjamin siswa untuk dapat mengkonstruksi pemikirannya sendiri atau pembelajaran yang inovatif. Tetapi sayangnya ada kesenjangan antara design pembelajaran dan pelaksanaannya terutama apabila ada anggapan bahwa design tidak dibutuhkan.
            Untuk menguji design atau mengembangkan design dapat dilakukan dengan mempelajari design – design yang sudah. Dan dengan menggunakan logika dan pengalaman kita, kita menguji apakah design – design itu sudah mencerminkan teori kependidikan yang inovatif dan menjamin adanya proses pembelajaran yang inovatif.
            Peran teknologi dalam design adalah membuat sketsa, mengidentifikasi komponen – komponen, meletakkan hubungan antara komponen satu dan komponen lainnya sehingga bersifat logis, realistis, dan fleksibel dalam melaksanakannya. Bukannya teknologi dalam membuat design tetapi teknologi sebagai salah satu komponen design dimana guru dapat membuat design untuk memajukan teknologi untuk pembelajaran.
           
           


















Oleh Marsigit

Keinginan siswa:
-          Pelajaran matematika yang menyenangkan ,memberi semangat, dan bermanfaat. 
-          Pelajaran matematika yang  mudah dipelajari. 
-          Guru menghargai pengetahuan-pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa. 
-          Pelajaran matematika yang mempunyai keindahan, sesuai dengan norma dan nilai agama. 
-          Siswa  diberi kesempatan untuk berdoa sebelum pelajaran matematika dimulai. 
-          Menggunakan persoalan sehari-hari dalam belajar matematika.
-          Siswa menyenangi matematika dari dirinya sendiri bukan hasil dari paksaan guru. Dll

Kita dapat menyimpulkan bahwa siswa menginginkan pembelajaran yang inovatif yaitu pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang mereka dapat. Bukan pembelajaran yang tradisional seperti ekspositori yang mengungkung mereka.
            Menurut Pak Marsigit berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan guru agar guru mampu melayani kebutuhan siswa.
Paradigma- paradigma yang dibutuhkan agar guru mampu melayani siswa-siswa dalam  mempelajari matematika?
-dari transer of knowledge menjadi to facilitate
-dari directed-teaching menjadi less directed-teaching
-dari menekankan kepada teaching menjadi menekankan kepada learning
-dari metode tunggal menjadi metode jamak
-dari metode yang monoton menjadi metode yang dinamis dan fleksibel
-dari textbook oriented menjadi problem-based oriented
-dari UNAS oriented menjadi process-product oriented
-dari cepat dan tergesa-gesa menjadi sabar dan menunggu
-dari mewajibkan menjadi menyadarkan
-dari tanya jawab menjadi komunikasi dan interaksi
-dari otoriter menjadi demokrasi
-dari penyelesaian tunggal menjadi open-ended
-dari ceramah menjadi diskusi
-dari klasikal menjadi klasikal, kelompok besar, kelompok kecil dan individual
-dari guru sebagai aktor menjadi siswa sebagai aktor
-dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa
-dari mencetak menjadi menembangkan
-dari guru menanamkan konsep menjadi siswa membangun atau menemukan konsep
-dari motivasi eksternal menjadi motivasi internal
-dari siswa mendengarkan menjadi siswa berbicara
-dari siswa duduk dan menunggu menjadi siswa beraktivitas
-dari siswa pasif menjadi siswa aktif
-dari kapur dan papan tulis saja menjadi media dan alat peraga
-dari abstrak menjadi kongkrit
-dari inisiatif guru menjadi inisiatif siswa
-dari contoh oleh guru menjadi contoh oleh siswa
-dari penjelasan oleh guru menjadi penjelasan oleh siswa
-dari kesimpulan oleh guru menjadi kesimpulan oleh siswa
-dari konvensional menuju teknologi
-dari siswa diberitahu menjadi siswa mencari tahu
-dari hasil yang tunggal menjadi hasil yang plural


No comments:

Post a Comment