“Solusi Menjadi Guru Matematika
dalam Implementasi Design Pembelajaran
pada Negara Berkembang”
Seperti yang kita ketahui bahwa
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang. Sehingga dapat dikatakan
bahwa Indonesia sedang mencari bentuknya atau jati dirinya, akan dibawah ke
arah mana perkembangan atau pembangunan negara ini. Tentu hal itu berbeda
dengan Amerika yang sudah menemukan bentuknya atau sudah establish.
Menurut Pak Marsigit di dalam
perkuliahannya, sesuatu (baik negara, perusahaan, lembaga maupun perseorangan)
yang sedang mencari bentuknya mempunyai ciri – ciri, antara lain:
1. Tidak
stabil.
2. Belum
begitu pasti jika dilihat dari sisi hukumnya.
3. Berorientasi
jangka pendek.
4. Mempunyai
sifat yang tergesa-gesa.
5. Fenomena
yang ada sering sekali muncul dan hilang tetapi sulit untuk dijelaskan.
6. Skema
yang sering berubah-ubah.
7. Program-program
bersifat tidak holistik atau parsial menurut golongan seperti kesukuan, partai
politik dll.
8. Tidak
profesional.
9. Berorientasi
pada pragmatism.
10. Berorientasi
pada hal – hal yang bersihat sementara.
11. Antara
unsur yang satu dengan yang lainnya tidak komperhensif bahkan kontradiktif.
12. Belum
“sehat”
Sehingga itu
menjadi rentan atau tidak stabil. Tetapi untuk para pendidik ataupun calon
pendidik (guru maupun dosen), keadaan demikian dapat menjadi tantangan dan
kesempatan/peluang. Mengapa demikian? Karena sebenarnya disitulah sebenar –
benarnya tempat digalinya ilmu. Ilmu pengetahuan berawal dari permasalahan.
Adapun kaitannya
dengan implementasi design pembelajaran adalah terletak pada hakekat guru yang
bersifat multidimensi (sesuai dengan teori konstruktivisme). Tetapi di lain
sisi masih ada pihak yang menganggap bahwa guru hanyalah aparatur negara yang
melaksanakan program – program pemerintah dalam bidang pendidikan.
Kedudukan guru
disini adalah bagian dari sistem pendidikan (kebijakan pemerintah). Jadi ketika
sistem tersebut tidak memberikan peluang atau kesempatan untuk guru
mengembangkan akademik berdasarkan yang dikehendakinya maka akan sulit. Hal ini
terlihat dari hasil penelitian bahwa guru sekarang ini hanyalah sebagai
pelaksana yang tidak memerlukan kegiatan meneliti dll. Karena tuntutan dari
sekolah dan masyarakat adalah guru dapat membawa siswa untuk lulus Ujian
Nasional dengan baik (Ujian Nasional Orientied). Sehingga dapat ditemukan ada
beberapa keala sekolah yang melarang gurunya untuk tidak mengikuti kegiatan
seminar dan sejenisnya karena dianggap tidak memberikan manfaat yang signifikan
untuk UN. Hal tersebut menunjukkan bahwa sekolah bersifat pragmatism atau hanya
UN orientied. Sehingga hasilnya pun kita menciptakan murid yang hanya sebagai
pelaksana bukan seorang pembangun.
Jika hal itu
dikembalikan kembali pada guru, maka hanya akan ada 2 pilihan. Apakah guru
tersebut akan mengajar tergesa-gesa dengan orientasi Ujian Nasional. Atau
membelajarkan dengan cara yang inovatif dan dapat membangun pengetahuan siswa
(konstruktivisme). Hal ini sangat berbeda dengan pendidikan di Inggris dimana
pembelajaran dengan orientasi students center yang membangun pengetahuan siswa.
Karena ketika di dalam kelas maka disitu lah otoritas guru mau metode pembelajaran
seperti apa yang akan diterapkan di kelas.
Dalam hal
implementasi design pembelajaran pada sistem pendidikan kita yang sekarang
yaitu KTSP. Guru yang mengerti akan kurikulum dan design pembelajaran yang
termasuk pengembang kurikulum menyusun design pembelajaran. Jadi implementasi
design pembelajaran bersifat ontologis.
No comments:
Post a Comment