Sunday, June 24, 2012


“Solusi Menjadi Guru Matematika dalam Implementasi Design Pembelajaran
pada Negara Berkembang”

            Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara berkembang. Sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia sedang mencari bentuknya atau jati dirinya, akan dibawah ke arah mana perkembangan atau pembangunan negara ini. Tentu hal itu berbeda dengan Amerika yang sudah menemukan bentuknya atau sudah establish.
            Menurut Pak Marsigit di dalam perkuliahannya, sesuatu (baik negara, perusahaan, lembaga maupun perseorangan) yang sedang mencari bentuknya mempunyai ciri – ciri, antara lain:
1.      Tidak stabil.
2.      Belum begitu pasti jika dilihat dari sisi hukumnya.
3.      Berorientasi jangka pendek.
4.      Mempunyai sifat yang tergesa-gesa.
5.      Fenomena yang ada sering sekali muncul dan hilang tetapi sulit untuk dijelaskan.
6.      Skema yang sering berubah-ubah.
7.      Program-program bersifat tidak holistik atau parsial menurut golongan seperti kesukuan, partai politik dll.
8.      Tidak profesional.
9.      Berorientasi pada pragmatism.
10.  Berorientasi pada hal – hal yang bersihat sementara.
11.  Antara unsur yang satu dengan yang lainnya tidak komperhensif bahkan kontradiktif.
12.  Belum “sehat”

Sehingga itu menjadi rentan atau tidak stabil. Tetapi untuk para pendidik ataupun calon pendidik (guru maupun dosen), keadaan demikian dapat menjadi tantangan dan kesempatan/peluang. Mengapa demikian? Karena sebenarnya disitulah sebenar – benarnya tempat digalinya ilmu. Ilmu pengetahuan berawal dari permasalahan.
Adapun kaitannya dengan implementasi design pembelajaran adalah terletak pada hakekat guru yang bersifat multidimensi (sesuai dengan teori konstruktivisme). Tetapi di lain sisi masih ada pihak yang menganggap bahwa guru hanyalah aparatur negara yang melaksanakan program – program pemerintah dalam bidang pendidikan.
Kedudukan guru disini adalah bagian dari sistem pendidikan (kebijakan pemerintah). Jadi ketika sistem tersebut tidak memberikan peluang atau kesempatan untuk guru mengembangkan akademik berdasarkan yang dikehendakinya maka akan sulit. Hal ini terlihat dari hasil penelitian bahwa guru sekarang ini hanyalah sebagai pelaksana yang tidak memerlukan kegiatan meneliti dll. Karena tuntutan dari sekolah dan masyarakat adalah guru dapat membawa siswa untuk lulus Ujian Nasional dengan baik (Ujian Nasional Orientied). Sehingga dapat ditemukan ada beberapa keala sekolah yang melarang gurunya untuk tidak mengikuti kegiatan seminar dan sejenisnya karena dianggap tidak memberikan manfaat yang signifikan untuk UN. Hal tersebut menunjukkan bahwa sekolah bersifat pragmatism atau hanya UN orientied. Sehingga hasilnya pun kita menciptakan murid yang hanya sebagai pelaksana bukan seorang pembangun.
Jika hal itu dikembalikan kembali pada guru, maka hanya akan ada 2 pilihan. Apakah guru tersebut akan mengajar tergesa-gesa dengan orientasi Ujian Nasional. Atau membelajarkan dengan cara yang inovatif dan dapat membangun pengetahuan siswa (konstruktivisme). Hal ini sangat berbeda dengan pendidikan di Inggris dimana pembelajaran dengan orientasi students center yang membangun pengetahuan siswa. Karena ketika di dalam kelas maka disitu lah otoritas guru mau metode pembelajaran seperti apa yang akan diterapkan di kelas.
Dalam hal implementasi design pembelajaran pada sistem pendidikan kita yang sekarang yaitu KTSP. Guru yang mengerti akan kurikulum dan design pembelajaran yang termasuk pengembang kurikulum menyusun design pembelajaran. Jadi implementasi design pembelajaran bersifat ontologis.

No comments:

Post a Comment