Riana Sinta Dewi
(09313244022)
Refleksi
“
Landasan Inovatif dalam Pengembangan Design yang Inovatif ”
Jika kita berbicara tentang kedudukan design dalam
pendidikan matematika maka kita berbicara dua aspek yaitu kedudukan design
dalam pendidikan dan kedudukan design dalam matematika. Kita akan membahas
matematikanya terlebih dahulu daripada pendidikannya karena secara sejarah
matematika terlebih dahulu daripada pendidikan dan matematika adalah ilmu
dasar.
Jika kita berbicara tentang kedudukan design dalam
matematika maka kita harus terlebih dahulu mengetahui apa itu matematika.
Matematika adalah olah pikir dan kedudukan itu berkaitan dengan dimensi. Disini
terdapat dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi
vertikal berkaitan dengan kedudukannya yang di atasnya apa dan yang di bawahnya
apa. Sedangkan dimensi horizontal berkaitan dengan timeline atau waktu, ektensi
dan kaitannya dengan yang lain. Jadi jika kita tingkatkan di atas matematika
maka sebenarnya itu adalah olah pikir karena tidak ada matematika yang tidak
tentang olah pikir atau dengan kata lain semua matematika pasti olah pikir.
Tetapi olah pikir sendiri belum tentu matematika karena ada olah pikir yang
tidak termasuk matematika seperti oleh pokir bisnis, politik atau secara
ekstremnya disebut ilah pikir irrasional. Sehingga jika kita persempit
matematika adalah olah pikir rasional. Namun jika kita extent kan maka
matematika yang olah pikir itu belum mencakup semua matematika tetapi hanya
sebagian saja. Hal itu dikarenakan matematika tidak hanya olah pikir tetapi
pengaalaman juga. Jadi dapat disimpulkan bahwa matematika adalah interaksi
terus menerus antara olah pikir/nalar dan pengalaman secara dinamik dan
fleksibel dari masa lampau sampai sekarang.
Di atas olah pikir adalah olah hati dan di atas lagi
sudah tidak ada lagi karena manusia hanya mempunyai olah pikir dan olah hati.
Secara bahasa analog, olah hati adalah olah spiritual atau olah agama tidak
lain tidak bukan adalah olah ketuhanan dan olah ketuhanan tidak lain tidak
bukan adalah keyakinan. Dan keyakinan absolut kebenarannya tidak terbantahkan. Bahasa
analog adalah bahasa atas dari bahasa sindiran dll. Bahasa pikir maupun bahasa
hati mempuyai essensi. Jika kita berbicara essensi berarti ada skemanya, ini
juga merupakan bahasa analog. Bahasa analog adalah satu mewakili semua seperti
grammar bahasa inggris, to talk to speak mempunyai arti yang sama.
Subtansi dari matematika sama dengan subtansi dengan
berpikir. Subtansi itu sama dengan hakekat, isi, objek. Objek pikir adalah segala yang ada dan yang mungkin ada. Yang belum
kita ketahui adalah yang mungkin ada tetapi yang lain mengetahuinya. Contohnya
adalah nama orang tua kita, bagi kita adalah yang ada tetapi bagi orang lain
yang belum mengetahuinya merupakan segala yang mungkin ada. Tetapi jika telah
mengetahuinya maka sudah menjadi ada baginya. Seperti itulah hakekat mencari
ilmu.
Unsur berpikir lainnya adalah wadahnya karena tidak ada
objek tanpa wadah. Wadah bisa dikatakan sebagai metode. Sebenarnya wadah bisa
dikatakan sebagai objek tetapi objek formal sedangkan isinya adalah objek
material. Jadi matematika bisa dikatakan sebagai olah pikir yang perangkatnya
isi/obyek dan metodenya.
Obyek yang kita pikirkan mempunyai dimensi ruang dan
waktu. Dari sisi ruang dan waktu, maka obyek yang kita pikirkan ada di luar
pikiran. Dan semua hal yang berada di luar pikiran kita bersifat tidak sempurna
karena keterbasan pikiran. Kita tidak bisa menentukan obyek yang sempurna di
luar pikiran kita karena kita tidak dapat memanipulasi ruang dan waktu. Jadi
bagi orang – orang yang ingin berpikir maka jangan hanya berhenti (Plato). Kita
bisa membuatnya menjadi di dalam pikiran kita melalui idealisasi dan abstraksi
tetapi itu digunakan di pure mathematics.
Namun pendidikan matematika berkaitan di anak –anak dan
anak –anak tidak mampu melakukan itu. Mereka belum mampu berpikir abstrak
tetapi mereka berpiir secara konkret dan kontekstual. Karena mereka hanya mampu
berpikir dimana obyeknya berada di luar pikirannya. Jadi ilmu matematika itu
obyek – obyeknya berada di luar pikiran (Aristoteles). Jadi Plato untuk
matematika murni / formal sedangkan Aritoteles untuk matematika sekolah. Jika
kita berbicara icebar maka plato ada di puncak dengan matematika formalnya
sedangkan Aritoteles berada di bawah atau dasar dengan matematika kongkretnya.
Metode berpikir dalam matematika adalah logika (apriori)
dan pengalaman (sintetik) (Emmanuel Kant). Jadi membangun ilmu apapun
membutuhkan nalar dan pengelaman yang berinterkasi terus menerus di dalam
konteksnya untuk membangun ilmu pengetahuan. Begitu juga dengan membangun
matematika atau konstraktivisme membutuhkan logika dan pengalaman. Pengetahuan
bisa menjadi ilmu bila bersifat objektif, pengetahuan yang bersifat subjektif
dapat bersifat objektif melalui interaksi yang dalam dunia pendidikan kita
sebut sebagai small group discussion.
Jika kita ingin membangun matematika maka tengoklah diri
kita masing – masing karena matematika tidak lain tidak bukan adalah pikiran
kita sendiri.
No comments:
Post a Comment