Sunday, June 24, 2012

“ Landasan Inovatif dalam Pengembangan Design yang Inovatif ”


Riana Sinta Dewi (09313244022)
Refleksi
“ Landasan Inovatif dalam Pengembangan Design yang Inovatif ”

            Jika kita berbicara tentang kedudukan design dalam pendidikan matematika maka kita berbicara dua aspek yaitu kedudukan design dalam pendidikan dan kedudukan design dalam matematika. Kita akan membahas matematikanya terlebih dahulu daripada pendidikannya karena secara sejarah matematika terlebih dahulu daripada pendidikan dan matematika adalah ilmu dasar.
            Jika kita berbicara tentang kedudukan design dalam matematika maka kita harus terlebih dahulu mengetahui apa itu matematika. Matematika adalah olah pikir dan kedudukan itu berkaitan dengan dimensi. Disini terdapat dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal berkaitan dengan kedudukannya yang di atasnya apa dan yang di bawahnya apa. Sedangkan dimensi horizontal berkaitan dengan timeline atau waktu, ektensi dan kaitannya dengan yang lain. Jadi jika kita tingkatkan di atas matematika maka sebenarnya itu adalah olah pikir karena tidak ada matematika yang tidak tentang olah pikir atau dengan kata lain semua matematika pasti olah pikir. Tetapi olah pikir sendiri belum tentu matematika karena ada olah pikir yang tidak termasuk matematika seperti oleh pokir bisnis, politik atau secara ekstremnya disebut ilah pikir irrasional. Sehingga jika kita persempit matematika adalah olah pikir rasional. Namun jika kita extent kan maka matematika yang olah pikir itu belum mencakup semua matematika tetapi hanya sebagian saja. Hal itu dikarenakan matematika tidak hanya olah pikir tetapi pengaalaman juga. Jadi dapat disimpulkan bahwa matematika adalah interaksi terus menerus antara olah pikir/nalar dan pengalaman secara dinamik dan fleksibel dari masa lampau sampai sekarang.
            Di atas olah pikir adalah olah hati dan di atas lagi sudah tidak ada lagi karena manusia hanya mempunyai olah pikir dan olah hati. Secara bahasa analog, olah hati adalah olah spiritual atau olah agama tidak lain tidak bukan adalah olah ketuhanan dan olah ketuhanan tidak lain tidak bukan adalah keyakinan. Dan keyakinan absolut kebenarannya tidak terbantahkan. Bahasa analog adalah bahasa atas dari bahasa sindiran dll. Bahasa pikir maupun bahasa hati mempuyai essensi. Jika kita berbicara essensi berarti ada skemanya, ini juga merupakan bahasa analog. Bahasa analog adalah satu mewakili semua seperti grammar bahasa inggris, to talk to speak mempunyai arti yang sama.
            Subtansi dari matematika sama dengan subtansi dengan berpikir. Subtansi itu sama dengan hakekat, isi, objek. Objek pikir adalah segala yang ada dan yang mungkin ada. Yang belum kita ketahui adalah yang mungkin ada tetapi yang lain mengetahuinya. Contohnya adalah nama orang tua kita, bagi kita adalah yang ada tetapi bagi orang lain yang belum mengetahuinya merupakan segala yang mungkin ada. Tetapi jika telah mengetahuinya maka sudah menjadi ada baginya. Seperti itulah hakekat mencari ilmu.
            Unsur berpikir lainnya adalah wadahnya karena tidak ada objek tanpa wadah. Wadah bisa dikatakan sebagai metode. Sebenarnya wadah bisa dikatakan sebagai objek tetapi objek formal sedangkan isinya adalah objek material. Jadi matematika bisa dikatakan sebagai olah pikir yang perangkatnya isi/obyek dan metodenya.
            Obyek yang kita pikirkan mempunyai dimensi ruang dan waktu. Dari sisi ruang dan waktu, maka obyek yang kita pikirkan ada di luar pikiran. Dan semua hal yang berada di luar pikiran kita bersifat tidak sempurna karena keterbasan pikiran. Kita tidak bisa menentukan obyek yang sempurna di luar pikiran kita karena kita tidak dapat memanipulasi ruang dan waktu. Jadi bagi orang – orang yang ingin berpikir maka jangan hanya berhenti (Plato). Kita bisa membuatnya menjadi di dalam pikiran kita melalui idealisasi dan abstraksi tetapi itu digunakan di pure mathematics.
            Namun pendidikan matematika berkaitan di anak –anak dan anak –anak tidak mampu melakukan itu. Mereka belum mampu berpikir abstrak tetapi mereka berpiir secara konkret dan kontekstual. Karena mereka hanya mampu berpikir dimana obyeknya berada di luar pikirannya. Jadi ilmu matematika itu obyek – obyeknya berada di luar pikiran (Aristoteles). Jadi Plato untuk matematika murni / formal sedangkan Aritoteles untuk matematika sekolah. Jika kita berbicara icebar maka plato ada di puncak dengan matematika formalnya sedangkan Aritoteles berada di bawah atau dasar dengan matematika kongkretnya.
            Metode berpikir dalam matematika adalah logika (apriori) dan pengalaman (sintetik) (Emmanuel Kant). Jadi membangun ilmu apapun membutuhkan nalar dan pengelaman yang berinterkasi terus menerus di dalam konteksnya untuk membangun ilmu pengetahuan. Begitu juga dengan membangun matematika atau konstraktivisme membutuhkan logika dan pengalaman. Pengetahuan bisa menjadi ilmu bila bersifat objektif, pengetahuan yang bersifat subjektif dapat bersifat objektif melalui interaksi yang dalam dunia pendidikan kita sebut sebagai small group discussion.
            Jika kita ingin membangun matematika maka tengoklah diri kita masing – masing karena matematika tidak lain tidak bukan adalah pikiran kita sendiri.
           


No comments:

Post a Comment